Fair Play. Plang itu pastinya terpapar di pertandingan
sepakbola resmi FIFA. Tiba-tiba terbersit satu kejadian. Bukan, bukan gaya
pukul-pukulan sepakbola kita ataupun menyeruduk wasit khas tarkam. Itu bukan
Fair Play, bahkan disebut pertandingan sepakbola pun tidak layak.
Saya hanya mengingat bagaimana striker Robbie Fowler dijegal
oleh David Seaman di kotak terlarang. Sekira tahun 1997, Liga Inggris
mempertandingkan Arsenal vs Liverpool. All-time hero saya, Robbie Fowler
mendapat tendangan 12 pas. Uniknya, sebelum mendapat penalti, Fowler menolak
menyebut itu pelanggaran. Fowler diving dan secara kebetulan Seaman ada di
depannya. Penalti pun diambil. Dengan setengah hati Fowler menendang pelan ke
arah Seaman. Sikapnya menunjukkan ia mengakui diving yang ia perbuat. Highbury,
kandang Arsenal saat itu aplaus pada sikap fair play Fowler. Begitu juga dengan
FIFA yang menyematkan FIFA Fair Play Award kepadanya.
Sejauh memori mengingat, saya hanya hapal 3 orang striker bertipe
predator kelas wahid —atau dalam istilah sepakbola “Poacher”. Pertama adalah
Filippo Inzaghi, Ruud van Nistelroy dan terakhir Robbie Fowler. Nama terakhir
mungkin terdengar asing. Tapi bagi penyaksi Liga Inggris 1990-an, sudah pasti
tahu.
Apa kelebihannya? Postur, tinggi badan, kecepatan ataukah
stamina? Dia cuma punya insting mencetak gol. Meski zaman keemasannya di
Liverpool tak bertabur piala, ia tetap diingat striker tersubur di Liverpool
setara Ian Rush.
Untuk poacher atau predator kelas dunia tiada tara, jelas
Filippo Inzaghi terdepan. Taburan piala dan gol ia bukukan dari Atalanta,
Juventus sampai AC Milan. Kemudian kita bertanya, apa kelebihannya? Serupa
dengan Robbie Fowler, hanya insting. Bahkan secara teknik individu ia kalah jauh
dengan Fowler. Raja offside, sebutannya. Tapi itulah ia, insting mengatakan
manusia pasti sesekali salah. Saat offside gagal, ia hampir pasti menyarangkan
bola ke gawang.
Bagaimana dengan Ruud van Nistelroy? Dia adalah predator
klasik terbaik yang pernah dimiliki Manchester United. Sepanjang sejarah
Premiere League, 99 golnya tercipta di area kotak penalti. Hanya ada dua yang
dicetak luar kotak 16 meter. Namun, karena ada perbedaan strategi yang diminta
Fergie –ditambah konflik internal dengan CR7—pengabdiannya di ManUtd hanya 5
musim dengan 1 gelar juara.
Lihatlah ManUtd sekarang. Tipe striker murni tak diingini
lagi Sir Fergie. Ia cenderung memilih striker yang all-around (serba bisa) seperti
Wayne Rooney. Yang mirip Nisterlroy mungkin Andy Cole, tapi ia pun dimainkan
tak hanya dipatok di depan. Andy Cole juga harus berotasi posisi dengan duetnya
Dwight Yorke untuk melepaskan penjagaan.
Harapan sempat disandangkan pada Andy Carroll. Sayangnya
harapan 35 juta pound itu hanya sia belaka. Penyerang kuncir kuda itu tak mampu
memenuhi ekspektasi harga. Ia lebih difungsikan jadi tembok pantul bagi
tandemnya (Suarez -Bellamy) atau penahan bola untuk ball possession. Hal itu pun
ia sering kalah duel.
Kini hari-hari berjalan berbeda. Robbie Fowler hanya jadi
cadangan di tim sekelas Liga Australia. Akselerasinya berkurang jauh dimakan
usia. Fisiknya juga tak sebugar dahulu. Ia tak cocok pada taktik sepakbola
modern yang membutuhkan kesiapan fisik dan stamina, selain ketajaman.
Terhitung sampai 2008 saja kita masih bisa saksikan
ketajaman striker murni. Kala AC Milan dengan Filippo Inzaghi bermain sesuai
skemanya: Pirlo mengumpan pada Inzaghi. Tugasnya hanya berdiri di kotak penalti
dan menendang ke gawang lawan. Itu saja. Pergerakan maupun triknya hanyalah
bonus tersendiri.
Filippo Inzaghi. Ketajamannya tak pernah berkurang. Ia mencetak
gol terakhir yang brilian saat pertandingan penghabisan AC Milan musim 2011-2012.
Inzaghi beruntung di AC Milan tersebab persaingan pemain depan membuat
ketajamannya tak hilang.
Kecepatan. Sepertinya itu tema sepakbola modern belakangan. Penyerang
pun setali tiga uang. Mereka yang bermodel mengandalkan umpan dan hanya menceploskan
bola tinggal sejarah. Ketatnya lini tengah mengakibatkan pemain depan wajib jemput
bola.
Sebab demikian pula harga transfer tertinggi tak didominasi
bomber predator lagi, macam Crespo atau Christian Vieri awal 2000-an silam.
Sudah terpecah oleh seorang winger, Cristiano Ronaldo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar