Sedikit ulasan tentang hal yang
saya gemari: Sepakbola. Sebelum Anda membaca, ada baiknya Anda pahami bahwa ini
hanyalah pandangan saya semata mengenai taktik dan strategi. Hal pertama tentang
taktik-strategi sepakbola sudah pasti akan saya tulis tentang Liverpool. Tim dengan
segudang sejarah dengan nama Kenny Dalglish terukir manis didalamnya.
Pertandingan kontra Chelsea (20/11), bisa jadi harapan baru akan bentuk sebenarnya Liverpool selama ini.
Dikutip dari detik.com, Craig
Bellamy memuji permainan Liverpool dibawah arahan Kenny Dalglish. Bellamy
menilai Dalglish punya racikan khas untuk memimpin Liverpool kembali ke era 70
dan 80-an—kala Dalglish jadi top skor dan dijuluki King Kenny.
Ciri Dalglish yakni permainan
mengalirkan bola secara bebas dan setiap pemain dituntut mobilitas dan
kreativitasnya. Tidak seperti jaman Houllier atau Rafa Benitez yang
mengandalkan serangan balik. Houllier saat itu mengandalkan Hamann sebagai
jangkar, kreativitas Gerrard di lini tengah dan kecepatan Owen saat serangan
balik. Taktik sama, namun beda pemain juga diadopsi Rafa. Bertopang pada
mobilitas Gerrard dan umpan terukur Xabi Alonso jadi tumpuan, tentu kecepatan
Torres jadi barang mutu. Masalahnya, jika si pemain andalan cedera, permainan
Liverpool seperti tanpa nyawa.
Saya juga setuju apa yang
diungkapkan Bellamy di awal. Formasi tim saat menghadapi Chelsea, jelas karakter
Dalglish.
Empat bek lini belakang selain
bisa menampilkan strategi defensif, juga bertipikal menyerang (dalam hal ini
terobosan dan umpan Agger serta dua bek sayap maju-mundur). Lini belakang bisa
agak rileks dengan performa gelandang pekerja keras macam Lucas yang bermain
seperti tak kenal lelah. Ketika saatnya serangan balik cepat, gelandang
pengumpan Charlie Adam bekerja dengan baik. Dukungan sayap dan penyerang cepat
mendukung permainan yang mengandalkan kecepatan, pergerakan dan aliran bola
yang mulus.
Bukti aktualnya adalah gol
pertama. Berkat permainan cepat satu-dua dengan Suarez, Bellamy menyodorkan
bola ke Maxi yang tak terkawal. Juga visi brilian dari Adam yang melihat celah
yang coba dimanfaatkan Glen Johnson. Alhasil gol kedua tercipta.
Saat melawan Chelsea, dipastikan
bintangnya malam itu adalah Adam. Dengan kemenangan perebutan bola dengan Mikel
yang berujung gol Maxi, kemudian umpan jauh ke arah Johnson, maka ini adalah
penampilan terbaik Adam selama berbaju Liverpool. Namun ini mengundang tanda
tanya besar. Tripel Carragher-Adam-Carroll sama sekali bukan gaya permainan
cepat. Bahkan untuk alternatif pun rangkaian ini terlalu mudah dibaca.
Carragher memang masih bek
terbaik Liverpool. Urusan membaca permainan dia masih teratas. Untuk menutupi gerakannya
yang mulai melambat, lini belakang musti main agak ke dalam. Dengan duet Agger
dan Skrtel, garis pertahanan agak dimajukan hingga mendekat ke Adam. Maka dari
itu, aliran bola semakin lancar. Serangan bisa dimulai dari belakang. Skrtel
juga terlihat nyaman dengan Agger, karena bisa saling menutup lubang.
Di saat yang sama, pergerakan
tanpa bola dan kecepatan Maxi, Suarez dan Bellamy mendukung kerja Adam. Visinya
dapat berjalan, seperti kapan ia harus umpan jauh, tik tak lini tengah atau
menerobos masuk sendirian (mengingat ia juga punya dribel dan kecepatan).
Jika sistem ini yang dipilih,
bagaimana nasib Carragher? Saya jadi teringat sosok gahar yang setahun kemarin
pensiun, Gary Neville. Meski ia dicadangkan, tetap ia punya kharisma. Jika pun
main, lantas tak merusak irama tim. Carragher pernah dan bisa bermain sebagai
bek kanan/kiri. Ia punya kesempatan menjadi Neville-nya Merseyside.
Tak usah lagi bicara nasib Carroll.
Dengan bujet tinggi, ia mesti dihadapkan pada kenyataan untuk adaptasi sesuai
irama cepat Liverpool. Bukan sebaliknya.
Kabar gembira. Hamburan uang itu
tak sepenuhnya terbuang sia-sia. Henderson terbukti maksimal setiap kali
diturunkan (khususnya melawan United dan Chelsea). Secara teknik ia lebih baik dari
Kuyt. Permainannya berkembang. Downing bisa menggantikan Maxi, andai Maxi
mengalami kebuntuan. Walau pembacaan permainan dan pergerakan tidak begitu
memuaskan, namun tusukan ke kotak penalti bisa diperagakan Downing. Sebagai
pemain serba bisa, Gerrard tak akan bermasalah jika harus mengikuti arus
Dalglish ini.
Tipe permainan ini adalah yang
paling disukai Dalglish. Tapi sebagai mantan striker, ia tetap pragmatis. Pola permainan
dan formasi tim mengikuti kebutuhan tim pada lawan yang dihadapi. Kita masih
ingat bagaimana Dalglish memainkan tiga bek di awal musim. Meski begitu, jauh di
lubuk hatinya, ia tetap menggemari permainan cepat dan mengalir saat melawan
Chelsea.
Satu hal yang tak dimiliki
pelatih sebelumnya terhadap Dalglish: Ketergantungan pemain. Selain ditunjang
dana lebih, ia pun tak segan memainkan pemain yunior, macam Flanagan, Spearing,
Kelly dan Robinson. Harus diakui di jaman tenarnya, ketergantungan tim terhadapnya
sangat besar. Tapi ia sadar tim lebih besar dari pemain itu sendiri. Oleh
karena itu, ia tak pernah memaksakan Gerrard memakai pain-killer, menjual
Torres dan mencadangkan Carragher.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar