Hanya narasi-narasi. Hanya suara-suara minor. Hanya seseorang.

4.12.2009

Keteguhan Berdakwah Dadang Hawari

“Sampaikanlah satu atau dua ayat.”

Pintu coklat berukiran Jepara itu dibuka. Tiba-tiba muncul seorang tamu; tinggi sekitar 175 cm, berkulit putih, berpenampilan necis, keluar seraya tersenyum tipis. Rautnya seperti orang yang baru tercerahkan. Menyusul dibelakangnya, seorang pria berbusana serba putih dengan perawakan kebapak-bapakan. “Ayo, silakan masuk,” sahut pria tersebut, ramah mempersilakan Masjid Nusantara masuk ke dalam ruangan prakteknya.

Ruangan sekitar 5 x 5 m itu dipenuhi bermacam buku psikologi. Banyak juga klipingan koran berita terkait dirinya membahas soal-soal keseharian; macam narkotika dan seks bebas. Klipingan itu dipajang di meja berlapis kaca tempatnya biasa melayani pasien.

Dadang Hawari nama lengkapnya. Psikiater jebolan Universitas Indonesia (UI) ini masih terlihat segar bugar. Walaupun sudah setengah baya, rambutnya masih hitam lebat. Badannya juga tegap. Tak nampak kekuyuan di wajahnya, seperti umumnya pria berusia 50-an ke atas. Selain bergaya hidup sehat, dia juga terus menjaga kejernihan jiwanya dengan mengingat Allah SWT.

Simbol Modernitas Masjid Perkotaan


Sekali waktu, jika kebetulan melintas di Menteng, cobalah melewati Jalan Taman Sunda Kelapa. Di sana ada masjid megah dengan plang bertuliskan “Masjid Agung Sunda Kelapa”. Apa pun yang ingin Anda lakukan bisa didapat di sana. Bisa ibadah, baca buku, mengaji, atau sekedar kongko-kongko bareng rekan-rekan.

Bagi warga ibukota, daerah Menteng terkenal mentereng. Daerah tepat di tengah kota ini mudah diakses dari mana saja. Penggila sepakbola ibukota era 1970-an pasti tak lupa untuk berakhir pekan di Stadion Menteng demi melihat Persija Jakarta bertanding. Kini, stadion itu dirubuhkan. Diganti oleh Taman Menteng dengan ciri futuristiknya. Namun, peninggalan era 1970-an ternyata masih ada yang dipertahankan dan menjadi kebanggaan Menteng hingga kini. Tempat tersebut yakni Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK).

Masa-masa awal pembangunan masjid ini sebenarnya penuh perjuangan. Tahun 1966 susunan kepanitiaan pembangunan masjid baru dibentuk, diketuai oleh H.B.R. Motik. Di tahun yang sama panitia tersebut mendatangi Gubernur Jakarta, Ali Sadikin, bermaksud mengajukan rencana pembangunan masjid.