Hanya narasi-narasi. Hanya suara-suara minor. Hanya seseorang.

7.17.2012

Hilangnya seorang “Predator”


Fair Play. Plang itu pastinya terpapar di pertandingan sepakbola resmi FIFA. Tiba-tiba terbersit satu kejadian. Bukan, bukan gaya pukul-pukulan sepakbola kita ataupun menyeruduk wasit khas tarkam. Itu bukan Fair Play, bahkan disebut pertandingan sepakbola pun tidak layak. 

Saya hanya mengingat bagaimana striker Robbie Fowler dijegal oleh David Seaman di kotak terlarang. Sekira tahun 1997, Liga Inggris mempertandingkan Arsenal vs Liverpool. All-time hero saya, Robbie Fowler mendapat tendangan 12 pas. Uniknya, sebelum mendapat penalti, Fowler menolak menyebut itu pelanggaran. Fowler diving dan secara kebetulan Seaman ada di depannya. Penalti pun diambil. Dengan setengah hati Fowler menendang pelan ke arah Seaman. Sikapnya menunjukkan ia mengakui diving yang ia perbuat. Highbury, kandang Arsenal saat itu aplaus pada sikap fair play Fowler. Begitu juga dengan FIFA yang menyematkan FIFA Fair Play Award kepadanya.

7.14.2012

Jatuh Bangun Gelandang Pengumpan



Tulisan ini adalah apresiasi bagi Pep Guardiola. Seorang legenda La Masia, Catalan dan tentu saja Barcelona. 

Datang ke final Champions 2008, Pep dianggap terlalu cepat sukses untuk ukuran pelatih muda. Lawannya, pelatih kawakan Sir Fergie. Hingga kemudian Barcelona juara, kita baru menyadari Pep tidak menyiapkan tim hebat ini dalam semalam. Hampir separuh skuad Barcelona saat itu didikan maupun terinspirasi oleh Pep—sejak La Masia maupun saat bermain bersama (Xavi dan Puyol).

Dunia kini menyebut Tiki Taka ala Barca masih ampuh untuk beberapa tahun ke depan. Belum ada obat penangkal yang paten. Hanya sesekali mungkin ultra-defensif Chelsea atau racikan counter Mourinho.

Sebenarnya Pep pada medio 2001 dianggap habis eranya. Baik secara individu Pep sebagai pemain maupun pola permainannya. Gabriela Marcotti pada Majalah Times menyebut Guardiola sudah tak berguna lagi. Habis kontrak dengan Barcelona, tak ada klub yang menginginkan jasanya lagi. Beruntung ada Brescia mau menampung. Meski hanya tim kelas bawang, pelatih Carlo Mazzone butuh Pep untuk menggantikan gelandang terbaiknya yang baru saja hijrah pada 2001: Andrea Pirlo.