Hanya narasi-narasi. Hanya suara-suara minor. Hanya seseorang.

8.25.2011

Masuklah Ke Dunia Astral

Insidious
Rilis: Juni 2011 (Indonesia)
Produksi: FilmDistrict
Sutradara: James Wan
Penulis Naskah: Leigh Whannell
Pemain: Patrick Wilson, Rose Bryne, Ty Simpkins



"Bukan rumah Anda yang dihantui. Tapi anak Anda," Elise Reiner

Di siang bolong, Renai Lambert (Rose Byrne) sedang setengah ketakutan dan setengah penasaran. Berturut-turut penampakan arwah anak kecil sekelebat berlarian di rumah mertuanya. Sambil memegang tongkat golf, ia melihat sepatu dibawah lemari pakaian. Dipukulnya sepatu itu tapi bukan penampakan astral yang ia harapkan. Termenung sejenak, tiba-tiba lemari terbuka. Si arwah anak muncul berlari—sembari diiringi tawa riang yang malah membuat penonton merinding.

Josh Lambert (Patrick Wilson) dan istrinya Renai merupakan tipikal keluarga kelas menengah Amerika. Bersama ketiga anaknya, pasangan itu mendiami rumah baru. Kisah baru dimulai saat anak kedua mereka, Dalton Lambert (Ty Simpkins), mengunjungi loteng. Layaknya bangunan tua yang kerap menyimpan kisah-kisah tersembunyi, begitu pula dengan rumah baru mereka. Sebagai penonton awam, saya mengira rumah itu pemicu hal-hal aneh kemudian. Tapi tidak…

Dalton lalu jatuh sakit. Setelah terjatuh di loteng, Dalton tak sadarkan diri hingga berbulan-bulan. Dokter tak punya jawaban mengapa Dalton koma begitu lama. Selagi Renai merawat Dalton, ia merasakan ada kekuatan jahat dari hal-hal mengerikan di seputar rumah. Kesabaran Renai mencapai limitnya. Keluarga Lambert akhirnya mengungsi ke rumah ibunda Josh. Ketegangan, justru malah makin meningkat.

Jika kejadian mengerikan sering terjadi malam hari, maka kali ini berbeda. Ketegangan non stop terjadi di siang hari. Manekin yang berdansa, anak kecil berlarian dan gramafon yang memutar sendiri adalah contoh kejadian-kejadian itu. Ini merupakan sentuhan segar untuk horor bergaya klasik.

Renai dan ibu Josh yakin ini ada hubungannya dengan sakit yang dialami Dalton. Sang bapak cum guru, Josh, tak percaya pada mulanya. Termasuk ketika mereka memanggil paranormal Elise Reiner (Lin Shaye). Si paranormal menyimpulkan bahaya akan menghampiri Dalton kalau tak ditangani serius. Yang mengejutkan Dalton ternyata punya kemampuan “pengembara astral”. Sebuah kelebihan untuk melepaskan roh dari jasad dalam keadaan sadar. Tak disangka, kemampuan ini menurun dari ayahnya, Josh. Inilah yang menerangkan kenapa Josh tak punya foto kecil. Sosok makhluk nenek tua mengincar jasadnya seandainya roh Josh berkelana tak bisa kembali. Nenek itu selalu muncul di foto Josh.

Dalton terancam tak bisa kembali ke tubuhnya. Ia diincar makhluk pembunuh yang ingin hidup kembali menumpang tubuhnya. Satu-satunya cara menjemput Dalton adalah melalui ayahnya yang punya kemampuan sama. Sekali lagi, suspens pun dimulai dan tanpa jeda.

Suara-suara dramatisasi lirih khas horor sering terdengar di Insidious. Dari tawa riang anak kecil, tangisan perempuan, deritan pintu hingga gelegar orkestra. Sejak awal film, unsur audio sangat digenjot habis. Belum lagi visualisasi dari kamera seluloid klasik. Efek berbayang yang biasa kita temukan di foto maupun video jaman dulu. Dari pemilihan gaya audio visual ini, James Wan sang sutradara dan Leigh Whannel sang penulis naskah, seperti ingin menggiring penonton kembali ke film horor tahun 1970-an.

Meski bergaya klasik, namun efek kejutnya bisa dibilang terobosan. Untuk hal fundamental ini, Insidious sukses membuat jantung penonton berdetak cepat. Kita tentu ingat rumus lawas horor yang sering dipelesetkan Srimulat: Sang makhluk horor berada di belakang aktor yang berlagak biasa. Saat aktor pembantu memberitahu si aktor utama, barulah teriakan dimulai. Di sisi lain, Insidious memakai efek yang saya sebut “twice effect”, pengadopsian dari rumus sebelumnya. Kala penonton mengira aktor akan bertemu sang makhluk, ternyata nihil. Tak disangka, sang makhluk pun muncul tanpa aba-aba musik pengiring sebelumnya. Unsur kejut ini ampuh.

Yang disesalkan hanya kemampuan akting para pemerannya. Mungkin karena penggarapan efek yang maksimal sehingga menenggelamkan atau menutupi keseriusan akting. Yang menonjol cuma Renai, sang ibu.

Banyak film horor Hollywood jarang merebut hati pemirsa Asia. Karakteristik hantu atau makhluk yang berseberangan dengan budaya lokal bisa jadi penyebab. Namun Insidious layak diperhitungkan. Segi cerita yang berbalut sedikit sains bisa masuk kemana saja. Tak ada legenda urban atau cerita mitos khas Amerika yang ditampilkan: Vampir, pembunuhan berseri, alien atau psikopat. Hanya rumah berhantu yang dibangkitkan Dalton.

Tidak ada komentar: