Hanya narasi-narasi. Hanya suara-suara minor. Hanya seseorang.

10.25.2009

Manusia Fotokopi

Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Dewa Google. Lewat kehadirannya, dunia terasa singkat, mudah dan dekat. Salut...

Google mengerti benar hakikat teknologi: Seluruh inovasi maupun penciptaan teknologi dilakukan untuk memudahkan manusia. Sosok Google merajai mesin pencari dunia. Namun harus diakui, Google sebagai mesin pencari tidak membuat kita intim. Google memang bersifat instan, tidak diciptakan agar kita intim dengan siapapun. Google hanyalah kumpulan link.

Bagi orang Arab, “waktu adalah pedang”, bagi saya Google justru yang pedang. Ketika saya mengetik untuk maksud sesuatu di web, Google jadi andalan. Setelah dapat apa yang diingini, apa yang kita lakukan?


Ya, seperti pedang. Jika ingin menambah ilmu, pedang itu cocok untuk membelah apa yang terselubungi. Namun, jika tidak tepat guna, tenang saja, pedang itu tak akan membunuh. Hanya melubangi kepala sehingga apa yang ada di otak keluar perlahan.

Jika kita ingin hasil cepat, semisal ada tugas kuliah, maka kita melakukan apa yang tenar belakangan: Copas (Copy-Paste). Seberapa dari kita ingat halaman situs atau blog siapa yang kita copas? Kita hanya ingat pada Google.

Hampir semua yang pernah bersinggungan dunia maya pernah copas. Saya juga. Ada yang serius copas demi hal penting, misal tugas kuliah atau skripsi. Ada yang hanya proyek iseng-iseng, seperti supaya blog-nya ramai tulisan atau bahan obrolan baru.

Keteledoran (atau kesengajaan) kita adalah seringnya copas untuk dimuat di halaman notes Facebook, blog atau situs pribadi dengan seenaknya. Bahasan hak cipta memang tidak berlaku di dunia maya. Andai diberlakukan undang-undang anti copas, mungkin saya akan menolak. Karena pengetahuan adalah untuk semua.

Keasyikan ini bisa berakibat buruk, bagi saya. Copas, sedikit demi sedikit, melatih kemalasan dan menyumbat pikiran. Untuk beberapa kali tidak masalah. Namun setiap saat memperbaharui notes FB, blog atau tugas penting dengan info copas, maka siapa diri kita?

Akhir-akhir ini saya sering melihat info di blog tertentu adalah hasil copas situs lain. Bukan hanya mirip, tapi sama persis tanpa sedikitpun perubahan. Yang lebih aneh, hanya untuk notes FB saja ada yang copas.

Tulisan saya pernah di-copas. Tidak ada masalah sebenarnya, karena tulisan tersebut niatnya dibagikan gratis di blog saya. Namun, saya pernah bertemu langsung dengan yang meng-copas tulisan itu. Ia tidak tahu bahwa yang ia copas sebenarnya tulisan saya. Pas saya beritahu, ia hanya tertawa. Saya ikut tertawa, dengan bibir tipis. Maslow kali ini benar, aktualisasi diri adalah keinginan teratas manusia. Saya tidak ingin rekening saya bertambah hanya karena tulisan itu. Hanya butuh pengakuan.

Tulisan yang di-copas sejatinya tulisan si empunya kreativitas, bukan kita sendiri. Menjadi manusia fotokopi jika terlalu sering meng-copas. Terasa sia-sia berkah akal budi yang tidak diaplikasi.

Meng-copas juga butuh etika. Sehabis meng-copas, paling tidak kita bikin link ke situs asal copas. Kalau rada sulit, tulis saja nama penulis atau halaman situs copas berasal. Terasa buang-buang waktu? Kalau ya, berarti kita benar-benar malas untuk mengakui blog/situs yang membantu kita.

Blog merepresentasi diri saya, walau tidak terlalu sering diiisi dan dimodifikasi. Saya berusaha menghindari copas untuk blog (bahkan notes FB) pribadi. Tak ada alasan tertentu atau karena kandungan filosofi rumit mengapa saya tidak meng-copas di blog. Saya menulis sesuka hati. Memikirkan apa yang terjadi, pada siapa saja, sekarang, kemarin atau yang akan datang. Menjaga daya kerja otak, sehingga tidak pikun di usia lanjut nanti. Berkaryalah, untuk menghargai Tuhan dan diri kita sendiri.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

sangat menarik, terima kasih