Hanya narasi-narasi. Hanya suara-suara minor. Hanya seseorang.

11.23.2008

Drama Petro Dollar

Ada pameo Senayan; Walau harus mati di medan laga, Merah Putih kan selalu berkibar. Sebagai pendukung, inilah saatnya semangat mulai dinyalakan. Satu, dua, hingga puluhan kali menonton laga Merah Putih tak pernah bosan. Ada kegairahan dan ekspektasi berbeda di Gelora Bung Karno ketimbang melihat lewat layar kaca, walaupun Brazil sebagai lawan.


Sabtu (14/7/07) kembali menjadi hari penting. Bahkan Presiden menyempatkan waktunya menyaksikan laga timnas. Sungguh, kemenangan atas Bahrain membumbungkan harap selangit masyarakat Indonesia, khususnya pecinta bola.

Dengan raihan tiket 1 hari sebelum pertandingan, semangat mulai dilecut. Kali ini, persiapan berlangsung hampir sempurna. Tak perlu lagi mengantri berjam-jam hingga merusak ticket box lagi. Keresahan kelangkaan tiket sudah tiada.Terima kasih juga pada kawan Seni Rupa yang berlaku jadi calo dadakan. Meski lebih mahal 5 ribu rupiah, tak sebanding dengan pengalaman pertandingan sebelumnya. Terciptalah win-win solution. Mudah-mudahan kelegaan ini berakhir manis dengan kemenangan timnas.

Sabtu siang, seorang kawan rumah menghampiri. Ia menyatakan untuk segera bersiap-siap ke Senayan. Sesuai rencana yang dirancang semalam sebelumnya, bekal nasi bungkus sudah dimasukkan ke tas. Motor Yamaha Mio sudah sedia mengantar keberangkatan. Lengkap sudah kemewahan kecil menonton bola.

Menyusuri jalan ke arah Permata Hijau sampai menembus jalan Asia Afrika, motor melintas dengan lincah. Tiba di jalan Asia Afrika terasa takjub dengan spanduk timnas Indonesia di Piala Asia. Spanduk berukuran 10 x 15 meter itu sangat besar untuk sekadar memeriahkan perhelatan Piala Asia. Bergambar 3 pemain untuk tiap spanduknya masing-masing Elie Aiboy, Bambang Pamungkas dan Ponaryo Astaman. Dilatari gambar Pandawa Lima dengan aksen khas komik Indonesia, gagah dan inspiratif.

Hall Basket Senayan tempat parkir motornya. Rencana membeli kaus timnas dengan segera dilaksanakan. Sudah 360 derajat kawasan Senayan dijelajahi. Tetap saja tak ada yang sreg. Baik harga maupun model kausnya. Lambat laun ketahanan kaki mulai berbatas. Rebah di pinggir lapangan ABC akhirnya menjadi pilihan. Tas pun dibuka dan senjata ampuh dikeluarkan, sebungkus nasi beserta lauk pauk. Sambil memandang pernak-pernik gaya suporter Indonesia, makanan hari itu bertambah nikmat. Penjaja musiman pun disana laris bak kacang goreng. Seperti pasar ketimbang gelanggang olahraga. Sekali lagi, inilah Indonesia.

Dari pintu arah Masjid Al-Bina, ratusan gibol mencoba menerobos barisan polisi dibelakang pagar setinggi 3 meter. Tak seperti pertandingan lalu, penjagaan lebih ketat dilakukan kali ini. Maklum, Presiden RI juga menonton. Mengambil jalan ke utara ada pintu khusus bagi yang memiliki tiket. Setelah beberapa pemeriksaan barulah penonton dipersilakan masuk.

Walaupun gagal membeli kaus timnas tujuan utama harus terlaksana yakni menonton laga timnas Indonesia versus Arab Saudi. Bertempat di sektor 10 tribun atas, tempat duduk langsung ditempati. Pasalnya, stadion mulai terisi penuh. Sekitar 70 ribu lebih suporter Merah Putih memadati Gelora Bung Karno. Anehnya, di tribun VIP ada sekelompok suporter Arab Saudi. Mereka rupanya tak gentar dengan intimidasi suporter Indonesia.

Hadir 1 jam sebelum pertandingan suasana stadion sudah penuh sesak. Mungkin inilah harapan terbesar masyarakat Indonesia akibat kemenangan melawan Bahrain. Semua gibol Nusantara menantikan kemenangan berikutnya melawan raksasa Asia, Arab Saudi.

Pertemuan timnas Indonesia melawan Arab Saudi dalam sejarahnya selalu kelam. Terakhir Indonesia menelan kekalahan 1-3 di tempat yang sama. Harapannya, sejarah baru mulai dibentuk demi mempermulus langkah Indonesia ke perempat final Piala Asia.

Jika di musim haji, ribuan jemaah calon haji Indonesia berbondong-bondong ke Tanah Suci, maka kali ini suporter Arab Saudi harus datang ke Indonesia. Untuk kali ini kiblat negeri Petro Dollar beralih ke Jakarta. Sampai-sampai Perdana Menteri-nya datang ke Jakarta. Sekadar memberi semangat tim “Elang Gurun” di tengah puluhan ribu massa “Garuda Khatulistiwa”.

Setelah sejam menunggu, peluit kick off ditiup wasit. Di awal pertandingan Indonesia mulai memperagakan permainan keras karakter Indonesia. Alhasil, kartu kuning pertama diderita Eka Ramdani yang menyebabkan ia harus absen saat melawan Korea Selatan.

Nyanyian suporter digemakan ke seluruh penjuru Gelora Bung Karno. Seakan tidak bernapas, lantunan lagu dan yel-yel terus menerus diserukan suporter Indonesia. Sesaat, semua suara terdiam, kecuali suporter Arab Saudi. Pada menit ke 11, Arab Saudi mencetak gol melalui sundulan kepala, memanfaatkan serangan balik yang cepat.

Lima menit sehabis gol Arab Saudi, tekanan yang dilakukan Syamsul Khaerudin membuat bek Arab Saudi salah mengirim bola. Bola meluncur ke kaki Elie Aiboy yang berdiri pada posisi bebas. Melalui aksinya Elie Aiboy melewati kiper Arab Saudi ditambah seorang bek untuk menceploskan bola ke gawang. Gelora Bung Karno bergoyang kembali. Semua gibol Tanah Air yang datang berteriak kegirangan. Teriakannya semakin menenggelamkan segelintir pendukung Arab Saudi.

Kepemimpinan wasit sangat disorot kali ini. Keputusannya yang berat sebelah menyebabkan kerugian di kubu Indonesia. Tim Indonesia dihujani kartu kuning. Makian dari pendukung Indonesia menjadi reaksi yang wajar kala itu. Kata-kata kasar bahkan dunia fauna pun tak lepas untuk disebut. Luapan emosi yang sebenarnya.

Masa istirahat ada sebuah SMS masuk ke HP. Heran, karena sedari tadi sinyal di kawasan Senayan sedang diacak karena kehadiran orang nomor satu republik ini. Dalam SMSnya, ia mengaku tidak suka bola dan lebih memilih nonton Harry Potter, walaupun sudah berkali-kali ia tonton. Tak apa. Selera adalah hak.

Babak kedua dimulai. Ciri khas permainan keras Indonesia laksana rugby tetap dilancarkan. Tetapi, lagi-lagi kepemimpinan wasit kembali bermasalah. Kartu kuning seperti ditebar dimana-mana buat pemain Indonesia.

Gonta-ganti pemain Indonesia dilakukan Ivan Kolev selaku arsitek timnas. Diharapkan, tenaga yang segar ini mampu menghadang gelombang serangan Arab Saudi.

Petaka pun terjadi. Di menit 93, Arab Saudi mencetak gol lewat sundulan kepala yang memang menjadi kelemahan vital pemain Indonesia di pertandingan ini. Seisi stadion hening. Hanya segelintir pendukung Arab Saudi yang bersorak. Impian untuk meraih hasil imbang sirna seketika.

Begitu peluit panjang dibunyikan, tepatnya 1 menit setelah gol Arab Saudi, pendukung Indonesia seakan tak percaya pada hasil akhir. Permainan penuh semangat yang ditunjukkan sayangnya harus berakhir anti klimaks dengan kekalahan menyesakkan.

Alamat kesalahan ditujukan pada korps baju hitam atas kepemimpinannya yang berat sebelah. Belakangan diketahui bahwa sang pengadil berasal dari Uni Emirat Arab. Sebuah kekalahan butuh seorang kambing hitam. Sah saja karena penunjukkan wasit asal Timur Tengah memang sarat kepentingan.

Jadi teringat SMS tadi. Film Harry Potter memang sangat digandrungi. Seperti film-film lainnya berisi rangkaian kisah yang di-skenario-kan. Di Gelora Bung Karno malah ada “film” tanpa skenario. Tak perlu berpikir panjang untuk mengaduk emosi serta perasaan penontonnya. Karena setiap momennya sangat berharga. Hanya di Gelora Bung Karno dewi fortuna menuliskan skenarionya. 70 ribu lebih pendukung Indonesia diam seribu bahasa. Drama tragis buat Merah Putih.

Tidak ada komentar: