Hanya narasi-narasi. Hanya suara-suara minor. Hanya seseorang.

11.23.2008

Kau Sahabatku Atau Bukan?

”...kesenangan adalah tanda bahwa kematian mulai meraba jiwa manusia”
Pramudya A.T.

Sialan gw lagi bingung mau nulis apa. Tapi karena permintaan fans, iya deh gw tulis juga.
Sebuah hubungan manusia memiliki konsep abstrak. Saking abstraknya tak jelas chemistry apa yang bisa menghubungkan seseorang dengan orang lain. Kadang pertanyaan muncul tak sengaja ”untuk apa aku berhubungan dengannya?”. Tidak bisa dijelaskan atas ragam kebutuhan maupun konsep filsuf terdahulu. Inilah misteri tentang suatu hubungan.


Sekarang konsep abstrak tersebut lebih menyempit dan mengarah kepada kebutuhan yang lebih konkret. Uang dan kesenangan. Semakin jelas rupanya apa yang diterangkan oleh Pramudya Ananta Toer diatas -dan juga di kaus Didaktikawan- bahwa kesenangan tersebut mengubah cara pandang manusia. Hubungan tidak lagi didasarkan atas keterkaitan emosi dan perasaan, tetapi pada kacamata kebutuhan diri.

Novel Tikus dan Manusia hasil terjemahan Pramudya ini menjelaskan dua kawan yang berbeda latar sifat dan fisik. Dengan judul asli Of Mice and Men karangan John Steinbeck menjabarkan betapa kompleksitas manusia dan rong-rongan kebutuhan yang kian mendera hubungan antara sesama. Ada dua tokoh didalam novel ini. Yang satu tinggi besar tapi IQ-nya rendah sementara satu lagi sebaliknya. Pertemanan antaranya sangat kental dan aneh. Yang besar selalu menurut pada yang kecil.

”Orang tak perlu berotak sehat untuk menjadi orang baik. Tampak olehku otak sehat kadang-kadang mengakibatkan sebaliknya” (hal 44). Penggalan ini bukan cuma kata – kata dialog biasa. Terlihat oleh kita bagaimana intelektual – intelektual forum telah menjadi ”provokator” hancurnya negeri ini. Teori – teori yang menyesatkan dan cenderung asing-oriented menyebabkan kemerdekaan rakyat hanya isapan jempol. hubungan manusia antara intelektual yang seharusnya bermanfaat harus disingkirkan dan menjadi pengkhianat bangsa karena kepentingan pribadi. Kesetiaan pada rakyat dipandang sebelah mata. Yang dilakukan hanyalah semakin merusak.

Tokoh si tinggi besar pun menghancurkan teori adimanusia Nietzsche yang menghendaki seorang manusia dapat membongkar nilai – nilai. Sang pemilik tubuh besar memang tidak dapat mengubah dunia namun ia dapat mengubah pandangan orang sekelilingnya. Ia tak harus pandai untuk dapat memelihara kesetiaan dirinya dengan seorang teman dan teman terhadap dirinya. Halangan pemisahan antar keduanya berlangsung sedemikian hebat hingga akhirnya bersatu atas mimpi – mimpi bersama.

Ternyata godaan – godaan kesenangan memang tidak dapat dibendung. Pemikiran Marx bahwa faktor – faktor ekonomi mempengaruhi pola hubungan manusia terlihat disini. Kesetiaan hanyalah jargon ketika Valentine’s Day. Seseorang yang luhur harus hilang lantaran pengkhianatan atas dasar lingkungan yang memaksa. Tak dapat dijelaskan mengapa teman kecil ini begitu setia pada awalnya seperti halnya orang lain pada sesama.

Fenomena ini tidak hanya terjadi pada novel pendamping tidur. Representasi sastra pada sosial kehidupan manusia menggambarkan hubungan tidak sehat. Pengkhianatan –atau pengkhianat- memang kerap terjadi dan itu bukan cerita baru. Meskipun begitu, cerita lawas ini terus berulang seiring kebutuhan atau keinginan melebihi segalanya tak terkecuali pertemanan. Pelabuhan cita – cita harus kandas karena kapal kesetiaan telah karam di tengah samudera.

Sudah cukup rasanya pelajaran di sekolah bahwa kita ini makhluk sosial dan di pelajaran PPKn tentang tenggang rasa. Jika kita mengabaikan sekeliling maka kita tidak akan bisa hidup. Itu karena kita membutuhkan orang lain. Bagaimana jika orang lain butuh kita? Jangan – jangan kita menjadi parasit terhadap teman sendiri. Pereduksian hubungan manusia inilah yang dikecam Marx tentang seorang buruh hanya dinilai berdasarkan apa yang ia kerjakan tanpa berhak tahu akan pembagian hasil yang adil. Tak heran gedung – gedung pencakar langit di kawasan Sudirman makin menjulang sejalan dengan tergusurnya sawah hingga pinggir kali. Kemanusiaan yang menjelaskan hubungan manusia mutualisme makin hampa dan disalahgunakan oleh beberapa pelanggar HAM macam Soeharto. Hubungan manusia sudah menjadi hubungan ekonomi. Bagaimana bisa berguna dan menjaga kesetiaan akan pencapaian mimpi – mimpi yang luhur itulah yang diajarkan Steinbeck yang memang terkenal dari novel – novel yang memuat kemanusiaan.

Buku ini menghadirkan sebuah komedi satir dengan penceritaan yang memaksa kita tertawa miris. Sayangnya, buku ini memiliki kata – kata yang nggak nyambung karena terjemahan yang lampau. Namun, buku ini kian menyadarkan akan apa yang terjadi pada hubungan kita pada sesama.

Buku Tikus dan Manusia, John Steinbeck (2005)

Tidak ada komentar: